Jumat, 29 Oktober 2010

Tragedi UAN

Kiki, bukan nama sebenarnya, siswa di salah satu Sekolah menengah Atas Negri DI Cirebon Timur hari ini merasa sangat gelisah sekali, betapa Tidak hari ini adalah hari penentuan bagi dia dan ratusan siswa lainnya yaitu pengumuman kelulusan UAN, dengan perasaan yang campur aduk sejak pagi dia dan teman-temannya mengantri di sekolah untuk mendengarkan pengumuman tersebut, dan tepat pada pukul sembilan pihak sekolah mengumkan bahwa hasil UAN bisa diambil di kantor Pos, akan tetapi ada bebrapa siswa yang tidak bisa mengambil pengumman kelulusan tersebut karena nilainya belum keluar semua. Dan ketika disebutkan satu persatu nama-nama yang belum bisa mengambil nilai tersebut nama kiki termasuk salah satunya . . .

Betapapun kecewanya kiki namun dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena itu sudah menjadi keputusan pihak sekolah dan tidak bisa di ganggu gugat lagi . . .
Dengan raut muka yang muram kiki dan teman2nya mencoba menghubunggi pihak sekolah (guru) dan dari keterangan gurunya ada beberapa nilai dia yang belum diselesaikan di sekolah, kiki masih memiliki tanggungan tiga nilai yang belum Keluar antara lain Pendidikan Agama Islam (PAI), matematika dan TIK.

Guru Tersebut kemudian Memerintahkan Kiki dan teman-temannya untuk membeli syarat nilai yang antara lain Untuk Tugas PAI kiki dan kawan2 nya yang berjumlah kurang lebih 10 Orang harus mengeluarkan uang 35.000 yang katanya Untuk membeli buku sebagai syarat penganti nilai , sedangkan Untuk menganti nilai matematika kiki harus mengeluarkan Uang Rp 45.000 . ( yang nga keluar nilainya kurang lebih 100 an orang) nah yang kemudia lebih aneh lagi adalah untuk menebus nilai TIK Kiki harus membeli mouse komputer dan teman2nya ada yang di suruh membeli keyboard dll.
Meskipun dengan terpaksa kiki dan kawan-kawan akhirnya membayar juga uang tersebut, karena memang dia benar-benar butuh kepastian kelulusan sebagai salah satu syarat dia mendaftar di sebuah perguruan tinggi.

Dari pengalaman Kiki tersebut ada beberapa pertanyaan yang kemudian bermain di benakku.
1. bagaimana bisa penganti nilai kok di berupakan buku dan mouse, apa hubungannya, bukankah untuk kebutuhan tersebut pihak sekolah sudah mendapatkan subsidi ?
2. apa di benarkan pihak sekolah mengambil pungutan dengan alasan tersebut diatas ?
3. kalau ada yang tahu memang bagaimana sih mekanisme kelulusan siswa ? apakah pihak sekolah masih bisa intervensi ?

semoga ada kawan yang bisa memberikan sedikit pencerahan . . . . . .